PETANI

Nasib Petani Indonesia Kian Terdesak: Peran Vital dalam Pangan, Tercekik oleh Tantangan Sistemik

Nasib Petani Indonesia Kian Terdesak: Peran Vital dalam Pangan, Tercekik oleh Tantangan Sistemik
Nasib Petani Indonesia Kian Terdesak: Peran Vital dalam Pangan, Tercekik oleh Tantangan Sistemik

JAKARTA - Petani adalah garda terdepan dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Tanpa peran mereka, ketersediaan bahan pangan pokok seperti beras, jagung, sayur, dan hasil pertanian lainnya di Indonesia akan sangat terganggu. Namun, ironisnya, para petani yang seharusnya menjadi pahlawan pangan justru berada dalam posisi yang sangat rentan—baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

Berbagai laporan dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa petani di Indonesia masih hidup dalam kondisi memprihatinkan. Pendapatan rendah, akses terbatas ke lahan dan modal, hingga ancaman gagal panen akibat perubahan iklim menjadi kendala utama yang terus membelit mereka. Meski memiliki peran krusial dalam menjaga kestabilan pasokan pangan nasional, banyak petani yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Peran Strategis Petani dalam Ketahanan Pangan dan Ekosistem

Di tengah tantangan global seperti krisis iklim dan gejolak geopolitik yang berdampak pada ketahanan pangan, peran petani Indonesia menjadi sangat penting. Mereka tidak hanya berperan dalam memastikan pasokan makanan bagi 270 juta penduduk Indonesia, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan pelestarian lingkungan.

“Petani adalah penjaga keseimbangan ekosistem dan penjaga kedaulatan pangan bangsa,” ujar Dr. Andi Nugroho, pakar agraria dari Universitas Gadjah Mada, Sabtu 13/4/2025. Ia menambahkan bahwa pertanian skala kecil yang dilakukan petani lokal turut melestarikan keanekaragaman hayati dan menjaga ketahanan komunitas dari guncangan ekonomi global.

Petani juga menjadi ujung tombak dalam upaya pengurangan ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan, khususnya beras. Saat ini, Indonesia masih harus mengimpor jutaan ton beras setiap tahun untuk mencukupi kebutuhan nasional. Dengan memberdayakan petani lokal secara optimal, ketergantungan ini dapat ditekan.

Tantangan Sistemik: Dari Lahan hingga Modal

Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kesejahteraan petani justru kian menurun. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah sulitnya akses terhadap lahan pertanian. Seiring dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan perumahan, banyak petani kehilangan sumber mata pencaharian mereka.

“Petani kita makin hari makin terdesak. Mereka tidak punya kepastian atas lahan yang mereka garap. Bahkan banyak yang hanya menjadi buruh tani di atas tanah sendiri,” ungkap Sekretaris Jenderal Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Haryanto.

Selain akses lahan, permodalan juga menjadi kendala klasik. Sebagian besar petani kecil tidak memiliki jaminan untuk mengakses pinjaman dari lembaga keuangan formal. Akibatnya, mereka terpaksa meminjam dari tengkulak dengan bunga tinggi yang membuat posisi mereka semakin terjepit.

“Permodalan adalah titik lemah. Bank tidak mau memberikan pinjaman tanpa agunan, sementara petani tidak punya sertifikat tanah. Ini lingkaran setan yang terus memiskinkan petani,” jelas Agus.

Terancam Gagal Panen Akibat Perubahan Iklim

Perubahan iklim juga menjadi momok baru bagi para petani. Pola cuaca yang tidak menentu menyebabkan musim tanam dan panen menjadi sulit diprediksi. Banjir, kekeringan, dan serangan hama yang ekstrem telah menyebabkan banyak petani mengalami gagal panen.

“Musim tidak lagi bisa diprediksi. Tahun ini saya tanam padi, eh ternyata hujan tidak turun. Akhirnya gagal panen,” ujar Sarto, seorang petani di Indramayu yang kini menanggung kerugian hingga belasan juta rupiah.

Kementerian Pertanian mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, lebih dari 220 ribu hektare lahan pertanian mengalami kerusakan akibat bencana iklim ekstrem. Situasi ini sangat mengkhawatirkan karena dapat berdampak pada harga pangan nasional.

Pendapatan Petani Masih di Bawah Garis Kemiskinan

Ironisnya, meski memiliki peran sentral, pendapatan petani justru tergolong paling rendah dibandingkan profesi lainnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pendapatan petani pada 2024 hanya sekitar Rp1,2 juta per bulan—angka yang jauh di bawah upah minimum di sebagian besar provinsi Indonesia.

“Ini adalah paradoks besar. Mereka yang memberi makan bangsa justru menjadi yang paling lapar,” kritik ekonom pertanian, Ir. Dian Kurniawan, dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia menyebut bahwa kebijakan negara belum sepenuhnya berpihak kepada petani kecil, dan lebih banyak menguntungkan perusahaan besar atau importir pangan.

Solusi yang Perlu Didorong: Reforma Agraria dan Dukungan Subsidi

Meningkatkan kesejahteraan petani bukan sekadar soal bantuan langsung tunai. Solusi jangka panjang seperti reforma agraria, akses kredit berbunga rendah, subsidi pupuk yang tepat sasaran, hingga program asuransi pertanian yang menyeluruh sangat dibutuhkan.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian sebenarnya telah meluncurkan beberapa program, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian dan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Namun, implementasinya masih terbatas.

“Program sudah ada, tapi tidak semua petani bisa menikmati karena akses dan informasinya terbatas. Banyak petani di desa-desa yang bahkan tidak tahu cara mendaftar asuransi pertanian,” tutur Rahmawati, pendamping petani dari LSM Gerakan Tani Mandiri.

Reforma agraria yang menjamin kepemilikan tanah bagi petani juga belum berjalan optimal. Dari target redistribusi 9 juta hektare lahan oleh pemerintah, baru sekitar 2 juta hektare yang benar-benar terealisasi hingga awal 2025.

Harapan untuk Masa Depan Pertanian Indonesia

Meski jalan masih panjang, banyak pihak berharap bahwa perhatian terhadap nasib petani akan meningkat. Terutama dalam konteks krisis pangan global yang kini mengintai, memperkuat pertanian nasional harus menjadi prioritas utama.

“Jika kita tidak berpihak pada petani sekarang, kita akan membayar mahal di masa depan. Bukan hanya krisis pangan, tapi juga kehilangan generasi muda yang enggan bertani karena melihat profesi ini tidak menjanjikan,” pungkas Dr. Andi Nugroho.

Di tengah tantangan besar ini, petani Indonesia tetap berjuang dengan penuh dedikasi. Mereka berharap agar negara hadir lebih konkret, bukan hanya dengan janji, tapi dengan kebijakan nyata yang berpihak kepada mereka. Petani bukan sekadar profesi, melainkan fondasi bagi ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia. Di tengah tekanan ekonomi dan perubahan iklim, dukungan menyeluruh dari pemerintah dan masyarakat menjadi kunci agar sektor pertanian nasional bisa bangkit, mandiri, dan sejahtera. Sudah saatnya petani diberi tempat yang layak, bukan hanya sebagai penghasil pangan, tetapi sebagai pilar masa depan bangsa.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index