Nikel

Izin Tambang Nikel Raja Ampat, Pemerintah Pastikan Pengawasan Ketat

Izin Tambang Nikel Raja Ampat, Pemerintah Pastikan Pengawasan Ketat
Tambang Nikel Raja Ampat, Pemerintah Pastikan Pengawasan Ketat

JAKARTA - Isu lingkungan kembali menjadi sorotan setelah pemerintah pusat resmi memberikan lampu hijau bagi PT GAG Nikel untuk melanjutkan aktivitas pertambangan di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Sebelumnya, perusahaan yang merupakan anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) ini sempat dihentikan sementara pada 5 Juni lalu karena polemik kerusakan lingkungan.

Pemberian izin kembali tersebut menimbulkan perdebatan publik. Di satu sisi, pemerintah menegaskan bahwa operasional tambang telah memenuhi standar lingkungan. Namun, di sisi lain, aktivis menilai keputusan ini berisiko besar terhadap ekosistem laut Raja Ampat, salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.

Evaluasi Antar Kementerian

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa keputusan untuk mengizinkan PT GAG Nikel beroperasi kembali tidak diambil secara sepihak. Menurutnya, evaluasi dilakukan lintas kementerian, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Dari hasil evaluasi, PT GAG dinyatakan memenuhi persyaratan PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan). Bahkan, perusahaan ini mengantongi PROPER Hijau, yang menunjukkan tidak hanya kepatuhan terhadap tata kelola lingkungan, tetapi juga kontribusi pada pemberdayaan masyarakat sekitar.

"Hijau itu artinya dia sudah comply semua terhadap tata kelola lingkungan plus dia untuk pemberdayaan masyarakatnya ada," ujar Tri.

Menteri LH Angkat Bicara

Sejalan dengan pernyataan ESDM, Menteri Lingkungan Hidup Faisol Hanif Nurofiq juga memastikan bahwa potensi dampak lingkungan dari kegiatan tambang nikel di Pulau Gag dapat diminimalkan.

Menurutnya, audit lingkungan telah dilakukan sebagai bentuk pengawasan ketat. Presiden Prabowo Subianto bahkan disebut meminta agar penataan aktivitas tambang di Raja Ampat dilakukan lebih serius.

"Sehingga kepadanya dilakukan audit lingkungan untuk meyakinkan kita semua bahwa dampak yang ditimbulkan oleh PT GAG Nikel bisa dimitigasi dengan baik," kata Hanif saat ditemui di Denpasar, dikutip dari detik.com.

Kritik Aktivis Lingkungan

Meski pemerintah memastikan aspek lingkungan sudah diperhitungkan, sejumlah aktivis tetap menolak keputusan tersebut. Greenpeace Indonesia menilai, izin operasi bagi PT GAG Nikel sama saja dengan mengabaikan kelestarian ekosistem laut Raja Ampat.

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menegaskan bahwa pemberian izin ini melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Ia menuding pemerintah lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek daripada perlindungan lingkungan dan hak asasi manusia.

"Memberikan izin tambang untuk beroperasi lagi di wilayah ini menunjukkan keserakahan pemerintah dan korporasi, yang menempatkan pelindungan lingkungan dan hak asasi manusia di bawah keuntungan ekstraktif jangka pendek," ucap Arie.

Greenpeace juga mengingatkan bahwa Raja Ampat merupakan rumah bagi 75 persen spesies terumbu karang dunia. Kerusakan akibat tambang dikhawatirkan bisa berdampak permanen pada ekosistem laut global.

Sejarah dan Skala Operasi PT GAG Nikel

PT GAG Nikel sejatinya telah memiliki izin operasi sejak 30 November 2017 yang berlaku hingga 30 November 2047. Perusahaan ini mengelola wilayah tambang seluas 13.136 hektare di Pulau Gag.

Sebelumnya, izin pengelolaan tambang sempat dipegang oleh perusahaan asing berbentuk Kontrak Karya (KK). Namun, sejak diambil alih oleh PT Aneka Tambang Tbk melalui PT GAG Nikel, izin operasi dipertegas oleh Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM.

Sebagai bagian dari holding BUMN tambang, PT GAG Nikel dianggap memiliki posisi strategis dalam mendukung kebutuhan nikel nasional, terutama sebagai bahan baku industri baterai kendaraan listrik yang sedang berkembang pesat.

Antara Investasi dan Konservasi

Kehadiran tambang nikel di Raja Ampat menimbulkan dilema klasik: antara kepentingan ekonomi dan konservasi lingkungan. Dari sisi ekonomi, investasi tambang dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan daerah, serta menopang kebutuhan nikel nasional.

Namun, dari perspektif konservasi, tambang berisiko merusak ekosistem laut yang tidak ternilai harganya. Apalagi, Raja Ampat dikenal sebagai surga bawah laut dunia yang menjadi tujuan utama wisatawan dan peneliti internasional.

Keputusan pemerintah untuk tetap memberi izin beroperasi pada PT GAG Nikel menunjukkan bahwa pemerintah mencoba mencari jalan tengah. Dengan audit lingkungan, PROPER Hijau, dan pengawasan ketat, pemerintah berupaya memastikan tambang berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan.

Harapan ke Depan

Kasus PT GAG Nikel di Raja Ampat akan menjadi tolok ukur bagaimana Indonesia menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan. Transparansi proses audit, keterlibatan masyarakat lokal, dan konsistensi pemerintah dalam pengawasan akan sangat menentukan keberhasilan skema ini.

Jika PT GAG benar-benar menjalankan operasinya sesuai standar lingkungan yang ketat, maka perusahaan ini bisa menjadi contoh bagaimana industri ekstraktif dapat beroperasi tanpa mengorbankan kelestarian alam. Sebaliknya, bila pengawasan longgar, risiko kerusakan ekosistem Raja Ampat akan menjadi beban yang mahal untuk generasi mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index