JAKARTA — Harga batu bara di pasar internasional mengalami penurunan tajam pada Rabu (9/4/2025). Penurunan ini disebabkan oleh penerapan kebijakan baru dari Pemerintah China yang memperketat standar efisiensi konsumsi energi untuk pembangkit listrik tenaga batu bara. Kebijakan ini mempengaruhi prospek permintaan batu bara global, terutama dari negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Menurut data terbaru, harga batu bara Newcastle untuk pengiriman April 2025 jatuh sebesar US$ 1,5, menjadi US$ 96,5 per ton. Harga untuk Mei 2025 turun lebih dalam, terjun US$ 1,75 menjadi US$ 98,5 per ton, sementara harga untuk Juni 2025 juga anjlok US$ 1,5, menjadi US$ 102,1 per ton. Penurunan serupa juga terjadi pada harga batu bara Rotterdam, dengan harga untuk April 2025 ambles US$ 1,25 menjadi US$ 101,55. Untuk Mei 2025, harga turun US$ 1,1 menjadi US$ 99,05, dan untuk Juni 2025 mengalami koreksi sebesar US$ 1,25 menjadi US$ 98,9.
Kebijakan China yang Mengguncang Pasar Batu Bara
Penyebab utama penurunan harga batu bara ini adalah keputusan China untuk memperbarui standar nasional efisiensi konsumsi energi bagi pembangkit listrik tenaga batu bara. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempercepat transisi menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Dengan menetapkan ambang batas yang lebih ketat, baik untuk unit pembangkit yang sudah ada maupun yang akan dibangun, China berupaya mengurangi ketergantungannya pada batu bara sebagai sumber energi utama.
"Kebijakan baru ini menunjukkan tekad China untuk mempercepat transisi energi dan mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan batu bara. Dengan adanya standar yang lebih ketat, pembangkit listrik berbasis batu bara di China akan menghadapi tantangan lebih besar dalam beroperasi," ujar seorang analis energi yang enggan disebutkan namanya, terkait dengan dampak kebijakan tersebut pada pasar batu bara.
Kebijakan ini diterapkan oleh Administrasi Negara untuk Regulasi Pasar China dan mulai berlaku sejak 1 April 2025. Ini merupakan revisi keempat sejak standar efisiensi energi untuk pembangkit listrik tenaga batu bara pertama kali diterapkan pada tahun 2007.
Dampak Langsung Terhadap Pasar Batu Bara Global
Penurunan harga batu bara ini langsung berdampak pada pasar global, di mana China merupakan salah satu konsumen terbesar batu bara dunia. Dengan kebijakan baru yang membatasi konsumsi energi batu bara, permintaan batu bara di China diperkirakan akan menurun, mempengaruhi pasokan dan harga di seluruh dunia. China, yang telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbonnya, tampaknya semakin mengarah pada penggunaan energi yang lebih bersih, seperti energi terbarukan dan gas alam.
"Penurunan harga batu bara ini menunjukkan dampak langsung dari kebijakan China yang semakin ketat terhadap penggunaan batu bara. Ini juga menjadi sinyal kuat bagi negara-negara penghasil batu bara lainnya untuk mulai beradaptasi dengan perubahan tren energi global yang lebih berkelanjutan," kata analisis dari lembaga riset energi internasional, yang mengamati perubahan kebijakan China dalam beberapa tahun terakhir.
Upaya China Mengurangi Emisi dan Meningkatkan Penggunaan Energi Hijau
Langkah China untuk memperketat standar konsumsi energi batu bara ini merupakan bagian dari upaya besar negara tersebut untuk mengurangi emisi karbon dan mempercepat transisi ke energi hijau. Negara ini telah menetapkan target ambisius untuk mencapai puncaknya emisi karbon sebelum tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060. Kebijakan pengurangan emisi ini juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan China pada batu bara, yang telah menjadi sumber utama polusi udara di negara tersebut.
"China kini semakin fokus pada pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, serta teknologi penyimpanan energi. Dalam jangka panjang, langkah-langkah ini akan mengurangi ketergantungan negara tersebut pada batu bara dan meningkatkan kapasitas energi hijau," jelas seorang sumber yang berfokus pada kebijakan energi China.
Revisi Keempat Sejak 2007, Diharapkan Membawa Perubahan Jangka Panjang
Kebijakan ini, yang diterbitkan oleh Administrasi Negara untuk Regulasi Pasar (NRSA), adalah revisi keempat dari standar efisiensi konsumsi energi yang diterapkan sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 2007. Dengan perubahan ini, China berharap dapat meningkatkan efisiensi energi pembangkit listrik batu bara dan mendorong sektor energi untuk beralih ke sumber daya yang lebih bersih.
"Ini adalah langkah besar bagi China dalam mencapai tujuan jangka panjang untuk mengurangi emisi dan memperbaiki kualitas udara. Namun, dampaknya terhadap industri batu bara global sangat signifikan, terutama bagi negara-negara yang bergantung pada ekspor batu bara ke China," kata seorang pengamat energi internasional.
Prospek Ke Depan
Dengan kebijakan baru yang diterapkan oleh China, para pelaku industri batu bara harus siap menghadapi tantangan besar. Di sisi lain, transisi menuju energi hijau semakin tak terelakkan. Negara-negara penghasil batu bara, seperti Indonesia, Australia, dan Rusia, perlu memperhitungkan perubahan pasar global ini dan beradaptasi dengan permintaan energi yang semakin berfokus pada keberlanjutan.
Pasar batu bara global kemungkinan akan terus tertekan, namun di sisi lain, ini bisa menjadi peluang bagi negara-negara yang dapat memanfaatkan sumber energi terbarukan atau diversifikasi pasokan energi. Ke depan, para pengusaha dan investor akan lebih memperhatikan kebijakan energi dan transisi hijau yang semakin ketat di berbagai negara besar, terutama China.