JAKARTA - Inter Milan kembali mengalami malam yang mengecewakan setelah harus menyerah 2-1 dari Atletico Madrid melalui gol dramatis di menit ke-93.
Kekalahan ini terasa menyakitkan, bukan hanya karena terjadi di detik-detik akhir, tetapi juga karena datang pada periode sulit ketika Inter tengah berjuang memperbaiki performa di kompetisi domestik.
Pertandingan di Wanda Metropolitano berjalan intens sejak awal. Kedua tim tampil agresif, saling bergantian melakukan tekanan, dan menunjukkan tempo tinggi yang khas dari duel Liga Champions. Inter sempat mampu bangkit setelah tertinggal, namun kegagalan mengelola momen krusial membuat mereka harus pulang tanpa poin.
Situasi ini menjadi tantangan besar untuk staf kepelatihan, yang kini berada di bawah sorotan usai serangkaian hasil negatif dalam laga-laga penting musim ini. Gol penentu yang terjadi di menit 93 menambah daftar problem yang harus dibenahi.
Inter Kehilangan Poin di Menit Akhir
Inter datang ke Madrid dengan misi mempertahankan catatan sempurna mereka di Liga Champions. Namun kenyataan berkata lain, karena skenario buruk kembali menghantui saat menghadapi lawan besar.
Gol pembuka Julian Alvarez tetap disahkan meski ada dugaan handball dari Alex Baena dalam prosesnya. Inter, yang tidak berhenti mencari peluang, akhirnya berhasil menyamakan kedudukan lewat Piotr Zielinski. Gol tersebut sempat mengangkat moral tim dan menjaga harapan untuk membawa pulang poin.
“ini menyakitkan untuk semua orang, karena banyak penyesalan,” ujar Chivu. “Kami datang dengan motivasi besar untuk melakukan jauh lebih banyak.”
Meski demikian, performa Inter belum cukup konsisten untuk meredam tekanan Atletico yang terus meningkat seiring waktu. Mereka gagal mempertahankan fokus pada fase akhir pertandingan, yang justru menjadi titik balik utama.
Chivu Soroti Reaksi Tim dan Detik Kritis
Dalam evaluasinya, Chivu menilai tim sebenarnya menunjukkan reaksi yang tepat setelah kebobolan. Inter tampil berani, menekan, dan menjaga intensitas permainan dalam upaya mengendalikan jalannya laga.
“Kami memulai dengan cukup baik, lalu kebobolan,” kata Chivu. “Kami menunjukkan kekuatan dan keberanian untuk bereaksi, menunjukkan kualitas dan intensitas.”
Namun Atletico kemudian mengambil alih ritme, memaksa Inter mundur lebih dalam. Tekanan tiada henti dari tuan rumah berbuah pahit ketika sepak pojok di menit 93 berhasil dimanfaatkan oleh Jose Maria Gimenez. Sundulan kerasnya menjadi gol penentu, meninggalkan Inter dalam situasi frustrasi.
“Kami punya pemain terbaik di kotak penalti untuk duel udara, tapi tetap kebobolan,” ujar Chivu.
Momen tersebut menegaskan masalah Inter dalam mengantisipasi bola mati, yang kembali muncul pada pertandingan besar. Respons yang baik setelah tertinggal tidak cukup ketika konsentrasi gagal dijaga di menit-menit kritis.
Inter Diminta Lebih Klinis dan Cerdas
Mengulas performa tim secara keseluruhan, Chivu menyoroti kurangnya efektivitas Inter pada laga-laga besar musim ini. Ia menekankan bahwa detail kecil menjadi pembeda signifikan di level Liga Champions.
“Tim ini harus tahu bagaimana bereaksi, sadar bahwa mereka kuat,” ujar Chivu. “Harus lebih konkret, lebih klinis, tidak terlalu fokus pada permainan yang indah.”
Inter memang memiliki sejumlah peluang, tetapi penyelesaian akhir kembali menjadi kelemahan. Pada situasi penting, ketenangan dan kecerdasan dalam memilih keputusan sering kali hilang. Hal inilah yang membuat Inter kesulitan mendapatkan hasil maksimal.
Chivu juga mengungkapkan bahwa tim sebetulnya sudah mempersiapkan cara menghadapi pressing tinggi Atletico. Namun kesalahan tetap terjadi pada fase awal yang berujung pada gol pembuka lawan.
“Kami sudah mengatakan tidak akan menempel terlalu ketat agar tidak mudah diputar-balik, tapi itulah yang terjadi pada gol pertama,” katanya.
Inter kini berada pada titik yang membutuhkan perbaikan cepat. Rentetan hasil buruk bisa menjadi tekanan mental, namun juga bisa menjadi pemicu untuk tampil lebih kuat. Dengan jadwal padat yang menanti, konsentrasi, efektivitas, dan keberanian akan menjadi faktor penentu apakah Inter bisa bangkit.