JAKARTA - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kembali menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan hukum lingkungan dengan menertibkan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Pelangan RTK.07, Sekotong, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Langkah ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah untuk menekan kerusakan ekosistem hutan akibat aktivitas pertambangan ilegal yang masih marak di sejumlah wilayah Indonesia.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa kegiatan tambang ilegal tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan, tetapi juga keselamatan masyarakat sekitar.
“Kegiatan tambang ilegal di kawasan hutan merusak ekosistem dan mengancam keselamatan masyarakat. Kami akan menindak tegas para pelaku, namun tetap memperhatikan aspek sosial. Penegakan hukum harus sejalan dengan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat agar mereka tidak bergantung pada kegiatan ilegal,” ujar Dwi Januanto.
Operasi Gabungan di Kawasan HPT Pelangan RTK.07
Operasi penertiban dilakukan di kawasan HPT Pelangan RTK.07, Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui koordinasi intensif antara Gakkum Kemenhut, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, BKSDA NTB, Dinas ESDM NTB, dan Korem 162/Wira Bhakti pada 28–29 Oktober 2025.
Sebagai tindak lanjut dari koordinasi tersebut, Tim Gabungan Balai Gakkum Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) bersama Korem 162/Wira Bhakti melakukan operasi lapangan pada 30 Oktober 2025. Dalam operasi tersebut, tim memasang papan larangan dan garis PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) di empat titik strategis, yakni:
Pintu masuk area tambang dekat pos jaga PT Indotan,
Area kolam penampung,
Dua titik lubang tambang utama yang sering digunakan warga.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk peringatan hukum dan pencegahan aktivitas ilegal di kawasan hutan produksi terbatas tersebut.
“Sesuai arahan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, langkah-langkah penertiban harus dilakukan secara tegas, terukur, dan berkeadilan,” jelas Dwi Januanto.
Ratusan Warga Terlibat, Aktivitas Masih Dilakukan Manual
Hasil operasi menunjukkan bahwa aktivitas tambang ilegal masih berlangsung di beberapa titik, bahkan melibatkan lebih dari 500 warga lokal.
Para penambang menggunakan gelondong, kompresor, serta bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida untuk memisahkan kandungan emas dari batu.
Meskipun tidak ditemukan penggunaan alat berat, aktivitas tersebut tetap menimbulkan risiko pencemaran tanah dan air, serta kerusakan permanen pada ekosistem hutan.
Menurut Dwi Januanto, sebagian besar pelaku merupakan masyarakat lokal yang bergantung pada tambang untuk penghidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penegakan hukum dilakukan secara bertahap, dengan pendekatan yang memperhatikan aspek sosial dan ekonomi warga.
Pendekatan ini dilakukan melalui koordinasi antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan lembaga sosial agar masyarakat bisa beralih ke kegiatan ekonomi yang legal dan berkelanjutan.
Pendekatan Sosial dan Edukasi untuk Solusi Jangka Panjang
Kemenhut menekankan bahwa penindakan tambang ilegal tidak hanya soal penghentian kegiatan, tetapi juga pemberdayaan masyarakat agar mereka tidak kembali terjerumus dalam praktik serupa.
Program edukasi dan pelatihan bagi warga di sekitar kawasan hutan tengah dirancang untuk memberikan alternatif penghidupan seperti ekowisata, perhutanan sosial, atau pertanian berkelanjutan.
Selain itu, Kemenhut bersama pemerintah daerah NTB tengah membangun sistem pengawasan berbasis teknologi dan partisipasi masyarakat.
Melalui kolaborasi lintas lembaga, seperti TNI, Dinas ESDM, dan aparat desa, diharapkan pengawasan terhadap kawasan hutan produksi dapat dilakukan lebih efektif.
Langkah-langkah ini diharapkan mampu menekan angka pelanggaran kehutanan di NTB dan daerah lain yang memiliki potensi serupa.
Kemenhut juga terus mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam aktivitas penambangan tanpa izin yang hanya akan merusak sumber daya alam jangka panjang.
Komitmen Pemerintah: Tegas, Terukur, dan Berkeadilan
Penegakan hukum terhadap tambang ilegal di kawasan hutan merupakan bagian dari komitmen nasional menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.
Kemenhut berkomitmen menjalankan strategi penertiban yang terukur dan berkeadilan, sehingga tidak hanya menghentikan aktivitas ilegal, tetapi juga memberdayakan masyarakat lokal agar menjadi bagian dari solusi.
Dwi Januanto menegaskan kembali bahwa penegakan hukum lingkungan tidak boleh berhenti pada tindakan represif, namun harus disertai dengan pembinaan dan pemberdayaan yang berkelanjutan.
“Kami berupaya agar masyarakat tidak lagi bergantung pada kegiatan tambang ilegal, tetapi bisa berdaya melalui aktivitas yang ramah lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi jangka panjang,” tuturnya.
Dengan operasi di Sekotong ini, Kemenhut menunjukkan komitmen berkelanjutan untuk memulihkan kawasan hutan dari ancaman aktivitas ilegal dan membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian alam.
Melalui kolaborasi berbagai pihak dan pendekatan sosial-ekologis yang seimbang, pemerintah berharap dapat menciptakan model penanganan tambang ilegal yang lebih humanis, efektif, dan berkelanjutan.
 
                    
 
             
                   
                   
                   
                   
                   
                
             
                
             
                                                      
                                                    
                                                      
                                                    
                                                      
                                                   