BATU BARA

China Terus Izinkan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Hingga 2027: Langkah Strategis di Tengah Transisi Energi

China Terus Izinkan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Hingga 2027: Langkah Strategis di Tengah Transisi Energi
China Terus Izinkan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Hingga 2027: Langkah Strategis di Tengah Transisi Energi

JAKARTA - Dalam sebuah langkah yang mengejutkan banyak pihak, pemerintah China mengumumkan bahwa mereka akan terus mengizinkan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara hingga setidaknya tahun 2027. Keputusan ini diambil sebagai bagian dari rencana aksi yang dirilis oleh Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) dan lembaga-lembaga terkait lainnya pada 26 Maret 2025. Rencana ini dipublikasikan secara daring pada Senin 14 APARIL 2025 dan menyoroti strategi China dalam menghadapi tantangan pasokan energi di tengah transisi menuju sumber energi terbarukan.

Dalam rencana tersebut, pemerintah China menekankan pentingnya memastikan bahwa para generator listrik dapat memenuhi kesenjangan pasokan yang mungkin timbul akibat ketidakstabilan dari sumber energi terbarukan, seperti tenaga angin dan surya. "Kami menyadari bahwa transisi menuju energi terbarukan adalah suatu keharusan, namun dalam prosesnya, kami juga harus memastikan bahwa pasokan listrik tetap stabil dan dapat diandalkan," ungkap seorang pejabat senior NDRC yang tidak ingin disebutkan namanya.

Keputusan untuk melanjutkan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara ini diambil di tengah upaya China untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Namun, pemerintah juga menyadari bahwa saat ini, infrastruktur dan kapasitas penyimpanan energi terbarukan masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan energi nasional secara keseluruhan.

Pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara akan diizinkan di lokasi-lokasi yang tidak memiliki kapasitas eksisting atau kemampuan untuk menyeimbangkan pasokan listrik dari proyek tenaga angin dan surya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah China berusaha untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi jangka pendek dan tujuan jangka panjang dalam mengurangi emisi karbon.

"Keputusan ini mencerminkan realitas yang dihadapi oleh banyak negara dalam transisi energi. Meskipun ada dorongan untuk beralih ke energi terbarukan, kebutuhan akan pasokan listrik yang stabil tidak dapat diabaikan," kata Dr. Li Wei, seorang analis energi dari Universitas Tsinghua. "China harus menemukan cara untuk mengintegrasikan sumber energi terbarukan dengan sistem yang ada, dan dalam beberapa kasus, itu mungkin memerlukan dukungan dari pembangkit listrik tenaga batu bara."

Sementara itu, langkah ini juga menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk aktivis lingkungan dan organisasi internasional yang menyerukan pengurangan penggunaan batu bara secara drastis. Mereka berpendapat bahwa melanjutkan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara akan menghambat upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Keputusan ini sangat disayangkan. China seharusnya memimpin dalam transisi energi bersih, bukan justru memperpanjang ketergantungan pada batu bara," ujar Zhang Min, seorang aktivis lingkungan dari Greenpeace Asia. "Kami mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan ini terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat."

Dalam beberapa tahun terakhir, China telah berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk tenaga surya dan angin. Negara ini merupakan pemimpin dunia dalam kapasitas energi terbarukan, namun tantangan dalam penyimpanan energi dan infrastruktur masih menjadi hambatan utama. Dengan keputusan ini, pemerintah berharap dapat memberikan waktu tambahan untuk mengembangkan teknologi penyimpanan energi yang lebih baik dan meningkatkan kapasitas jaringan listrik.

Pemerintah China juga berkomitmen untuk mencapai puncak emisi karbon pada tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060. Namun, langkah untuk terus membangun pembangkit listrik tenaga batu bara hingga 2027 menunjukkan bahwa transisi ini tidak akan terjadi secara instan. "Kami harus realistis dalam pendekatan kami. Transisi energi adalah proses yang kompleks dan memerlukan waktu," tambah pejabat NDRC tersebut.

Dalam konteks global, keputusan China ini juga dapat mempengaruhi pasar energi internasional. Sebagai salah satu konsumen batu bara terbesar di dunia, kebijakan China akan berdampak pada harga dan permintaan batu bara global. Negara-negara penghasil batu bara lainnya mungkin akan melihat peluang untuk meningkatkan ekspor mereka ke China dalam beberapa tahun ke depan.

Dengan langkah ini, China menunjukkan bahwa meskipun ada komitmen untuk beralih ke energi terbarukan, kebutuhan untuk menjaga pasokan listrik yang stabil tetap menjadi prioritas. Keputusan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi banyak negara dalam transisi energi, di mana keseimbangan antara kebutuhan energi jangka pendek dan tujuan jangka panjang harus dipertimbangkan dengan hati-hati.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index