JAKARTA - Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mencatatkan deflasi sebesar 0,53 persen pada Februari 2025, dipicu oleh penurunan harga tarif listrik yang terjadi di wilayah tersebut. Kondisi ini juga didukung oleh penurunan harga pada sejumlah komoditas lainnya. Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut memaparkan data tersebut dalam konferensi pers yang digelar pada awal bulan ini di Manado.
Menurut Kepala BPS Sulut, Aidil Adha, penurunan harga tarif listrik sebesar -2,25 persen menjadi pendorong utama deflasi di Sulut kali ini. "Ada lima faktor yang mendorong terjadinya deflasi di Sulut. Yang paling utama adalah tarif listrik yang turun sebesar -2,25 persen. Kemudian, diikuti oleh penurunan harga pada daun bawang sebesar -0,32 persen, ikan cakalang -0,16 persen, beras -0,14 persen, dan telepon seluler -0,06 persen," terang Aidil dalam keterangannya di Manado, Senin.
Aidil menambahkan, pencapaian deflasi ini lebih baik dibandingkan dengan bulan Januari 2025 yang mencatat deflasi sebesar 1,10 persen. Jika dilihat dari kalender tahunan, deflasi di Sulut sudah mencapai 1,62 persen. Sedangkan secara tahunan dari tahun sebelumnya (year on year), terjadi deflasi sebesar 0,15 persen di provinsi tersebut.
"Dampak dari diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang berlangsung dari Januari hingga Februari 2025 sangat signifikan dalam mengendalikan inflasi di Sulut. Diskon ini berkontribusi sebesar 0,54 persen dalam menahan laju inflasi," jelas Aidil lebih lanjut.
Selain penurunan harga tarif listrik, penurunan harga pada komoditas lainnya seperti daun bawang, ikan cakalang, beras, dan harga telepon seluler turut memberikan kontribusi terhadap deflasi di Sulut. Penurunan harga komoditas ini memberikan keuntungan bagi masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil.
Dampak Ekonomi dari Deflasi
Deflasi yang terjadi di Sulut memberikan dampak positif bagi daya beli masyarakat, sehingga mampu meringankan beban pengeluaran sehari-hari. "Dengan turunnya beberapa harga komoditas yang penting, daya beli masyarakat diharapkan menjadi lebih baik," ungkap Aidil.
Namun demikian, secara makro, deflasi yang berkepanjangan bisa menimbulkan kekhawatiran baru. Ekonom lokal memperingatkan bahwa meskipun deflasi dapat menguntungkan konsumen dalam jangka pendek, hal ini perlu diwaspadai bila berlangsung terlalu lama karena dapat menekan profitabilitas produsen dan pelaku usaha. Akibatnya, potensi resesi bisa meningkat jika tidak dikelola dengan baik oleh otoritas terkait.
Upaya Pemerintah dalam Menjaga Stabilitas Ekonomi
Pemerintah daerah dan pihak terkait di Sulut terus berupaya menjaga agar stabilitas ekonomi tetap terjaga. Penurunan tarif listrik oleh perusahaan listrik negara merupakan salah satu intervensi penting yang diambil guna meringankan beban masyarakat dan mendorong stabilitas harga.
Untuk ke depannya, pemerintah daerah bersama dengan BPS Sulut akan terus memantau perkembangan harga dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan agar kondisi deflasi tidak berlanjut menjadi deflasi berkepanjangan yang bisa membahayakan perekonomian daerah.
"Kami akan selalu memonitor kondisi ekonomi secara rutin dan mengambil kebijakan yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara harga konsumen dan produksi," tambah Aidil.
Respons Pelaku Usaha dan Masyarakat
Pelaku usaha di Sulut menyambut baik diskon tarif listrik dan deflasi yang terjadi. Mereka berharap bahwa hal ini dapat mendorong konsumsi dan permintaan pasar, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan bisnis yang sempat melambat. Salah satu pemilik usaha ritel di Manado, Siti Nurhaliza, mengatakan, "Penurunan tarif listrik tentu sangat membantu, karena bisa mengurangi biaya operasional kami. Kami berharap ini dapat merangsang konsumsi masyarakat dan meningkatkan penjualan."
Sementara itu, masyarakat Sulut juga mengapresiasi langkah penurunan tarif listrik. Rina, seorang ibu rumah tangga di Manado, menyatakan, “Diskon tarif listrik tentu sangat membantu mengurangi beban pengeluaran bulanan kami. Semoga pemerintah dapat terus mengambil kebijakan yang mendukung kehidupan masyarakat.”
Penurunan harga tarif listrik dan sejumlah komoditas lainnya di Sulawesi Utara telah berhasil memicu deflasi sebesar 0,53 persen pada Februari 2025. Langkah ini, selain menambah daya beli masyarakat, diharapkan dapat menjadi salah satu faktor pendukung pemulihan ekonomi di wilayah tersebut. Pemerintah dan otoritas setempat diharapkan tetap waspada dalam menjaga keseimbangan ekonomi agar kondisi ini tidak berubah menjadi ancaman di masa depan. Perhatian lebih lanjut terhadap pergerakan harga dan langkah strategis diperlukan untuk menjaga kesehatan ekonomi Sulawesi Utara di kemudian hari.