JAKARTA - Industri otomotif nasional tengah menghadapi tekanan signifikan akibat penurunan daya beli masyarakat dan perlambatan ekonomi. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan mobil nasional pada September 2025 tercatat 62.071 unit secara wholesales, turun 15,1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Secara kumulatif, penjualan Januari–September 2025 mencapai 561.819 unit, terkoreksi 11,3 persen secara tahunan.
Kondisi ini memaksa produsen otomotif mencari strategi untuk mempertahankan roda produksi dan rantai pasok. Toyota, sebagai salah satu pemain utama di pasar otomotif Indonesia, mengambil pendekatan strategis untuk menghadapi situasi ini.
Ekspor Jadi Pilar Strategi Toyota
Chief Executive Officer (CEO) Asia Region Toyota Motor Corporation, Masahiko Maeda, menyebut bahwa fokus Toyota tidak hanya pada penjualan domestik, tetapi juga pada penguatan ekspor. Ekspor dianggap sebagai sarana vital untuk menjaga kelangsungan industri otomotif dan mendukung ekonomi Indonesia.
“Salah satu cara yang kami lakukan adalah memperluas kemampuan ekspor. Ini menjadi kesempatan besar untuk membantu meningkatkan ekonomi Indonesia,” ujar Maeda dalam wawancara di Tokyo, Jepang, Selasa (28/10/2025).
Menurut Maeda, kekuatan ekspor Indonesia telah terbukti menjadi pilar penting industri otomotif ASEAN. Banyak perusahaan lokal memiliki kemampuan bersaing di pasar global, dan Toyota memanfaatkan potensi ini dengan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi mobil kompak untuk ekspor, bersanding dengan Thailand.
“Indonesia memiliki daya saing besar. Jika bisa memperkuat posisinya untuk bersaing dengan China, India, atau bahkan Jepang, maka Indonesia bisa menjadi pemain penting di industri otomotif dunia,” tutur Maeda.
Jejak Panjang Toyota di Indonesia
Sejak beroperasi selama 54 tahun, Toyota telah mengekspor sekitar 3 juta mobil dari Indonesia, dengan total produksi mencapai 10 juta unit. Saat ini, produksi Toyota Indonesia mencapai sekitar 300.000 unit per tahun, dengan pangsa pasar 32 persen.
Jika digabungkan dengan Daihatsu, yang sepenuhnya dimiliki Toyota dan memiliki market share 17 persen, kontribusi grup ini terhadap pasar nasional mencapai hampir 49 persen. Hal ini menunjukkan dominasi Toyota dan Daihatsu di pasar otomotif domestik sekaligus menjadi basis ekspor yang kuat.
Lebih dari itu, Toyota memiliki rantai pasok industri yang panjang, melibatkan industri kecil dan menengah (IKM) dalam produksi komponen seperti plastik dan kaca. Industri ini melibatkan 540 supplier tier 2 dan 240 supplier tier 1, dengan total tenaga kerja sekitar 360.000 orang.
“Industri komponen, termasuk IKM, adalah tulang punggung produksi dan ekspor kami. Dengan ekspor, seluruh rantai pasok tetap bergerak,” kata Maeda.
Ekspor sebagai Strategi Jangka Panjang
Maeda menekankan bahwa penguatan ekspor bukan hanya soal menjaga produksi tetap stabil, tetapi juga strategi jangka panjang untuk memperkuat ekonomi nasional. Ia mencontohkan model kebijakan India yang memanfaatkan sumber daya domestik untuk memperkuat industri dalam negeri.
“Logikanya sederhana, bagaimana uang bisa terus berputar di dalam negeri. Jika Indonesia bisa menciptakan kondisi seperti India atau Brasil, peluang pertumbuhan ekonomi akan sangat besar,” ujarnya.
Toyota juga siap mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia dengan teknologi yang relevan, sebagai bagian dari strategi industri jangka panjang yang berkelanjutan. “Jika Indonesia bisa menyediakan sumber energi terbarukan, Toyota sudah siap dengan teknologi yang dibutuhkan,” tutup Maeda.
Kesimpulan: Ekspor Menjadi Kunci Stabilitas Industri
Dalam kondisi pasar domestik yang lesu, ekspor menjadi kunci bagi Toyota untuk menjaga kelangsungan produksi dan rantai pasok, sekaligus memperkuat ekonomi nasional. Strategi ini tidak hanya mempertahankan posisi Toyota di pasar dalam negeri, tetapi juga memanfaatkan potensi Indonesia sebagai pemain kompetitif di pasar otomotif global.
Dengan pendekatan ini, Toyota membuktikan bahwa inovasi strategi, penguatan rantai pasok, dan ekspor bisa menjadi juru selamat industri otomotif di tengah tekanan ekonomi, sekaligus membuka peluang pertumbuhan jangka panjang bagi Indonesia.