Memahami Pengertian Ghosting, Penyebab, dan Dampaknya

Bru
Rabu, 06 Agustus 2025 | 17:26:40 WIB
pengertian ghosting

Pengertian ghosting adalah saat seseorang mendadak menghilang tanpa penjelasan saat hubungan emosional sedang dalam masa dekat.

Ungkapan seperti “ditinggal saat lagi sayang-sayangnya” sering kali muncul di berbagai media sosial, mulai dari Instagram, Facebook, Twitter, hingga TikTok, sebagai cerminan dari pengalaman pahit ini.

Ungkapan tersebut menggambarkan situasi di mana seseorang yang sangat kamu sayangi justru memilih pergi diam-diam tanpa memberikan penjelasan, tanpa berpamitan, bahkan tanpa memberi satu pun tanda akan mengakhiri hubungan. 

Kepergiannya yang mendadak dan tanpa alasan membuat perasaanmu campur aduk dan meninggalkan luka yang sulit dijelaskan.

Ilustrasi ini bisa menjadi gambaran sederhana tentang apa itu ghosting. Secara harfiah, ghosting merujuk pada tindakan seseorang yang memutuskan komunikasi secara tiba-tiba tanpa memberi tahu lawan bicara. 

Dampaknya jelas terasa menyakitkan, bahkan bisa membuat seseorang merasa sesak dan kecewa karena merasa ditinggalkan tanpa kejelasan.

Lalu, apa yang bisa dilakukan agar kita tidak terlalu terpuruk saat mengalaminya? Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi situasi ini dengan lebih tenang dan bijak. 

Namun yang pasti, memahami pengertian ghosting adalah langkah awal untuk bisa menerima dan menyikapi pengalaman tersebut dengan cara yang lebih sehat secara emosional.

Pengertian Ghosting

Coba bayangkan sejenak, tutuplah mata dan pikirkan bagaimana rasanya jika kamu mengalami kejadian seperti yang sedang dibahas ini. Memang terdengar kurang menyenangkan, tapi anggap saja ini sebuah simulasi. 

Nah, mari kita lanjutkan dengan menutup mata dan membayangkan situasi tersebut. Apakah kamu sudah benar-benar memahami gambaran dari apa yang disebut ghosting?

Istilah ini berasal dari bahasa Inggris, dengan kata dasar ghost yang berarti hantu. Seperti halnya hantu yang tak terlihat wujudnya namun dipercaya keberadaannya, ia bisa muncul dan lenyap sewaktu-waktu. 

Karena itu, secara harfiah ghosting menggambarkan tindakan seseorang yang menghilang begitu saja.

Secara makna, pengertian ghosting merujuk pada perilaku seseorang yang awalnya begitu dekat denganmu, namun tiba-tiba pergi tanpa sepatah kata pun dan tanpa memberikan alasan apa pun. 

Ia juga akan memutus segala bentuk komunikasi, seolah-olah menghilang dari hidupmu seperti bayangan yang lenyap begitu saja. Sikap menghindar dan tiba-tiba menjauh inilah yang menjadikannya serupa dengan hantu.

Fenomena ghosting paling sering diasosiasikan dengan hubungan percintaan, khususnya di kalangan anak muda. 

Meski begitu, hal ini bisa pula terjadi dalam bentuk hubungan lain seperti pertemanan, kerja, bisnis, tugas kelompok, bahkan rumah tangga. 

Hanya saja, ghosting lebih umum ditemukan dalam konteks hubungan romantis di luar pernikahan, sebab pernikahan biasanya diikat dengan komitmen sehingga lebih jarang terjadi ghosting.

Biasanya, seseorang dianggap melakukan ghosting jika ia sudah punya tempat istimewa di hati kita. Seseorang yang membuat kita merasa nyaman, percaya, membuka hati, bahkan mulai menaruh harapan. 

Jika bukan orang yang spesial, tentu kita tidak akan terlalu memikirkan kepergiannya, bukan?

Sebuah survei yang dilakukan oleh situs Elle di Amerika Serikat menunjukkan pola perilaku ghosting berdasarkan jenis kelamin. Berikut ini adalah hasil survei tersebut:

  • Sebanyak 33% pria dan 26% perempuan mengaku pernah melakukan ghosting sekaligus menjadi korban.
  • Sebanyak 17% pria dan 24% perempuan pernah menjadi pelaku namun tidak pernah menjadi korban.
  • Sementara 14% pria dan 27% perempuan pernah menjadi korban tetapi tidak pernah melakukan ghosting.
  • Dan 36% pria serta 24% perempuan menyatakan tidak pernah terlibat dalam ghosting, baik sebagai pelaku maupun korban.

Umumnya, ghosting muncul pada fase awal ketika dua orang mulai saling mengenal lebih dekat. Masing-masing belum mengetahui latar belakang dan karakter satu sama lain secara menyeluruh. Berikut ini ilustrasinya:

Kamu berkenalan dengan seseorang, kemudian melalui percakapan singkat dan pertemuan awal, kamu merasa cocok dengannya. 

Hubungan pun berkembang. Kalian mulai sering berinteraksi, pergi bersama, makan bareng, saling membalas pesan dengan cepat, dan seakan saling memprioritaskan. Segalanya terasa begitu menyenangkan dan penuh harapan.

Seiring waktu, dia mulai mengenal lebih banyak tentang dirimu—keluarga, kelebihan, maupun kekurangan. Kamu pun makin tertarik padanya. Namun, tiba-tiba semuanya berubah.

Dia berhenti mengajak bertemu. Tidak ada lagi sapaan seperti sebelumnya. Pesan-pesanmu diabaikan. Bahkan media sosialmu diblokir. 

Kamu kehilangan akses untuk berkomunikasi dengannya. Hingga akhirnya kamu pasrah dan menyerah, merasa tidak ada gunanya lagi mencoba.

Bagi sebagian orang yang melakukan ghosting (disebut ghoster), mereka menganggap bahwa menghilang begitu saja adalah cara yang lebih lembut untuk menolak tanpa menyakiti. 

Mereka percaya bahwa menjauh tanpa penjelasan bisa melindungi perasaan orang lain. Namun realitanya justru sebaliknya. Ghosting sering kali meninggalkan kebingungan dan pertanyaan tanpa jawaban. 

Selain itu, tindakan ini memperlihatkan sikap yang enggan menghadapi kenyataan, menghindari tanggung jawab, menciptakan harapan palsu, dan terkesan pengecut.

Masalah dalam hubungan sebaiknya dihadapi dengan sikap terbuka dan jujur, bukan dihindari. Menjauh dari konflik hanya akan membuat seseorang dihantui rasa bersalah. Tak ada yang ingin terus dibayangi penyesalan, bukan?

Penyebab Melakukan Ghosting

Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa ada orang yang bisa begitu saja menghilang tanpa penjelasan? Atau mungkin, tanpa disadari, kamu sedang berada dalam situasi yang menjadi alasan mengapa seseorang bersikap demikian. 

Untuk memahami hal ini lebih dalam, mari kita bahas beberapa penyebabnya secara menyeluruh.

Berusaha Menghindari Menyakiti Perasaan Orang Lain

Sebagian pelaku menghilang secara tiba-tiba karena mereka merasa bahwa mengatakan langsung keinginan untuk mengakhiri hubungan justru akan menyakiti perasaan pasangannya. 

Mereka khawatir kata-kata yang digunakan akan memperumit keadaan atau malah dianggap sekadar alasan belaka. 

Dengan menghilang, mereka merasa lebih mudah karena tidak perlu memikirkan cara berbicara yang baik, tidak perlu menentukan waktu yang tepat, dan tidak harus berempati pada perasaan orang yang ditinggalkan. 

Sayangnya, meski tampak sebagai solusi cepat, tindakan ini bisa meninggalkan dampak emosional di kemudian hari.

Kesulitan dalam Mengungkapkan Keinginan Mengakhiri Hubungan

Secara umum, perilaku menghindar seperti ini adalah bentuk penolakan tanpa keberanian untuk membuat keputusan akhir. 

Orang yang melakukan hal ini biasanya tidak mampu menemukan cara yang tepat untuk menyampaikan bahwa hubungan harus diakhiri. 

Maka, ia memilih untuk tidak berkata apa-apa sama sekali dan membiarkan sikap diamnya menjadi bentuk komunikasi yang tersirat.

Tidak Siap untuk Berkomitmen Serius

Mereka yang mudah datang dan pergi biasanya memang tidak memiliki niat untuk menjalin hubungan jangka panjang. Tipe seperti ini hanya mencari kenyamanan sementara, bukan keintiman yang memerlukan tanggung jawab emosional. 

Karena itulah, saat merasa mulai terikat, mereka lebih memilih mundur perlahan tanpa penjelasan.

Ketidaknyamanan dalam Situasi yang Dihadapi

Ada juga yang merasa tidak nyaman dalam hubungan atau menghadapi situasi yang rumit, namun memilih untuk pergi daripada mencoba memperbaikinya. 

Menghindar dianggap lebih mudah daripada menghadapi konflik atau menjalani proses penyelesaian masalah yang memerlukan kedewasaan emosional.

Tertarik pada Sosok Lain yang Lebih Menarik

Saat seseorang sedang dalam proses pendekatan, bukan tidak mungkin ia juga bertemu dengan individu lain yang dianggap lebih cocok atau menarik secara emosional. 

Di tengah kedekatan yang sudah terjalin denganmu, ia merasa terjebak dalam dilema. Tak ingin dicap tidak setia atau dianggap menyakiti, satu-satunya jalan yang menurutnya paling aman adalah menghilang tanpa jejak.

Ketika Kata Tak Mampu Menyampaikan Perasaan

Ada kalanya keadaan begitu rumit sampai-sampai tidak ada kalimat yang sanggup menjelaskan situasinya. 

Semua tanda telah mengisyaratkan bahwa hubungan yang ada tak dapat diteruskan. Orang tersebut mungkin sudah merasa sangat lelah menahan beban emosional. 

Tujuannya bukan untuk menyakiti, tetapi ia merasa bahwa menghilang bisa menjadi pilihan terbaik agar semuanya tidak semakin rumit. Kadang, hanya waktu yang bisa menjawab apa yang tidak bisa dijelaskan saat itu.

Ada Masalah pada Kesehatan Mentalnya

Sebagian individu melakukan tindakan ini karena dorongan pribadi yang tidak wajar. Mereka merasa senang, bahkan puas, saat berhasil membuat seseorang nyaman lalu tiba-tiba menghilang. 

Perilaku seperti ini bukanlah hal biasa dan bisa berdampak buruk pada orang lain. Pola semacam itu menunjukkan adanya gangguan yang membutuhkan bantuan dari tenaga profesional di bidang psikologi atau psikiatri.

Terlalu Fokus pada Kesibukan Pribadi

Seseorang yang memiliki banyak tanggung jawab kadang terlalu sibuk sampai-sampai tidak punya waktu atau energi untuk menyelesaikan urusan pribadi yang masih menggantung. 

Prioritasnya berubah, dan kamu tidak lagi berada dalam daftar utama yang perlu ia tangani. Akibatnya, ia memilih menjauh secara diam-diam karena merasa tidak sanggup membagi waktu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Ciri-ciri Perilaku Ghosting

Sebelum kamu merasakan pahitnya diabaikan secara tiba-tiba atau di-ghosting, penting untuk mengetahui tanda-tanda dari seseorang yang tengah melakukan ghosting terhadapmu. 

Hal ini bisa membantumu menghindari menjadi korban. Mengenali ciri-cirinya sejak dini memungkinkan kamu untuk bersikap lebih waspada.

Mulai sulit diajak bicara

Saat kamu mencoba menghubunginya lewat pesan, telepon, atau media komunikasi lainnya, respons yang diberikan terasa datar dan seolah menunjukkan bahwa dia sudah kehilangan ketertarikan. 

Hal ini bisa terlihat dari lambatnya dia membalas pesan, meskipun sedang tidak sibuk, atau bahkan sengaja mengabaikan komunikasi dari kamu.

Tidak lagi bersikap terbuka

Dulu dia senang berbagi cerita tentang apa pun, namun kini sikap itu perlahan menghilang. Dia yang sebelumnya antusias bercerita, kini cenderung diam, seperti orang asing. 

Beberapa orang yang melakukan ghosting bahkan tak segan untuk menyembunyikan sesuatu atau berkata tidak jujur demi menjaga jarak.

Menciptakan jarak secara perlahan

Tindakan menjauh sering dilakukan secara halus, misalnya dengan membangun batasan emosional. 

Jika sebelumnya kalian merasa dekat dan terbuka, kini dia mulai menjaga jarak dan membatasi kedekatan tersebut. Ini bisa menjadi sinyal bahwa dia tidak ingin hubungan ini berlanjut.

Datang dan pergi sesuka hati

Ada kalanya dia tampak perhatian dan aktif mendekatimu, namun di saat lain dia menghilang begitu saja ketika kamu sedang membutuhkan kehadirannya. Bahkan untuk sekadar merespons pesan pun tak dilakukan. 

Meski sosoknya membuatmu merasa nyaman dan rindu, orang seperti ini biasanya belum siap untuk terikat dalam sebuah komitmen. Pola sikap semacam ini menjadi tanda kuat dari perilaku ghosting.

Mulai tak peduli

Dia jarang menanyakan kondisi kamu maupun keluargamu. Tidak banyak menunjukkan inisiatif untuk membantumu, apalagi memberikan perhatian kecil yang menunjukkan kepeduliannya. 

Bila kamu merasakan semua sikap itu dari seseorang di sekitarmu, ada baiknya kamu lebih waspada.

Sering tiba-tiba membatalkan rencana

Menyebalkan rasanya jika sebuah rencana yang telah disusun mendadak dibatalkan saat waktunya hampir tiba. Rasanya seperti sedang bersemangat menyambut kebahagiaan, lalu tiba-tiba harus menelan kekecewaan.

Seseorang yang dengan mudah membatalkan janji, terutama ketika waktunya sudah dekat, biasanya tidak sungguh-sungguh dan berpotensi untuk menghilang begitu saja atau melakukan ghosting.

Enggan untuk bertemu

Bagi dia, keberadaanmu tidak terlalu berarti. Karena itu, ajakan untuk bertemu tidak lagi menarik baginya. Saat kamu mengusulkan pertemuan, responnya cenderung berbelit dan penuh alasan.

Kalaupun akhirnya bertemu, pertemuan itu sering berlangsung singkat. Ia tampak tidak antusias, bahkan bisa jadi dia yang paling cepat mengakhiri pertemuan dan berpamitan lebih dulu.

Dampak yang Dirasakan oleh Korban Ghosting

Ghosting bukanlah tindakan yang dapat dibenarkan. Mereka yang mengalami perlakuan ini sering kali membawa luka emosional yang memengaruhi kehidupan mereka ke depannya. 

Karena itu, penting bagi kamu untuk memahami akibatnya agar bisa mengambil langkah pencegahan yang tepat.

Luka Emosional yang Bisa Menimbulkan Gangguan Fisik

Ungkapan seperti “menangis darah” rasanya tepat untuk menggambarkan kondisi ini. Perasaan hancur setelah mengalami ghosting bagaikan dijatuhkan keras dari tempat yang tinggi. 

Saat masa pendekatan, kamu dibuat terbang tinggi oleh perhatian dan sikap manis dari dia. Harapan tumbuh.

Namun ketika kamu sudah berada di atas, dia menghilang tanpa jejak. Rasa sakit itu bukan sekadar perasaan, tapi juga dirasakan oleh tubuh. Respons otak terhadap rasa sakit hati sama seperti terhadap rasa sakit fisik.

Perasaan hancur seperti kecewa, sedih, marah, tak berdaya, bahkan sampai lemas sering muncul. Tak jarang, kondisi mental yang terganggu ini kemudian berpengaruh pada kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Munculnya Rasa Bersalah dan Merasa Tak Pantas

Korban ghosting sering kali dihantui pertanyaan tentang kesalahan diri sendiri. Apa yang salah dari diriku? Apakah aku tidak cukup menarik atau justru membuatnya tidak nyaman?

Daripada menyalahkan orang yang meninggalkan, mereka justru cenderung menyalahkan diri sendiri. Padahal, tidak ada satu pun pertanyaan yang benar-benar bisa dijawab karena orang yang bersangkutan sudah lenyap tanpa kabar.

Akhirnya, perasaan bersalah dan keyakinan bahwa diri ini tidak layak akan terus menghantui, membuat proses untuk pulih dan melanjutkan hidup menjadi semakin sulit.

Memunculkan Luka Batin yang Mendalam

Ketika rasa bersalah dan perasaan tak berharga terus dipelihara, trauma pun bisa timbul. Trauma ini muncul dalam berbagai bentuk seperti takut membuka hati kembali, takut kembali disakiti, takut membuat kesalahan, atau merasa dirinya tak cukup baik.

Semua ketakutan itu muncul bukan karena kenyataan, tetapi karena luka yang belum sembuh akibat ghosting.

Mengalami Kebingungan hingga Depresi

Tindakan ghosting yang tiba-tiba membuat korban sering merasa bingung, tidak tahu alasan sebenarnya, dan terjebak dalam asumsi-asumsi buruk. Hal ini bisa membuat mental semakin kacau.

Dalam kondisi tersebut, seseorang akan merasa ragu apakah harus mencoba membuka hati pada orang lain atau memilih untuk menyendiri hingga pikirannya stabil kembali. Sayangnya, keraguan ini sering menjadi awal dari rasa depresi.

Terdampak Kekejaman Secara Emosional

Menurut hasil penelitian dalam jurnal Psychological Correlates of Ghosting and Breadcrumbing Experiences: A Preliminary Study among Adults, ghosting merupakan salah satu bentuk kekejaman emosional.

Perilaku ini dianggap menyakitkan karena meninggalkan luka yang sulit disembuhkan. Korban bisa merasakan kesepian mendalam dan kehilangan kepercayaan diri secara drastis.

Cara Move On setelah Di-Ghosting

Seberat apa pun luka karena di-ghosting, hidup tetap harus berjalan. Tak peduli seberapa dalam kecewa dan patah hatimu, hidup ini tak akan bisa dijalani hanya dengan air mata. 

Seperti pesan bijak dari sang maestro patah hati, Didi Kempot, meski terluka, kamu tetap harus melanjutkan hidup dan menghasilkan karya karena tangisan tidak akan bisa menafkahimu.

Kamu harus belajar untuk bangkit dan menatap ke depan. Biarkan masa lalu menjadi pelajaran. Jangan biarkan dirimu terus berada di dasar. 

Semakin kamu tenggelam dalam kesedihan, semakin kamu tersiksa. Jadilah versi dirimu yang lebih bersinar, agar sinar itu bisa menerangi hidupmu dan orang di sekitarmu.

Lantas, bagaimana caranya agar kamu bisa benar-benar lepas dari bayang-bayang ghosting? Yuk, simak beberapa langkah berikut ini agar kamu bisa kembali berdiri dengan kuat.

Luangkan Waktu untuk Pulih

Kata orang bijak, waktu menyembuhkan segalanya. Tapi ingat, waktu yang dibutuhkan setiap orang untuk bangkit bisa berbeda-beda. Ada yang butuh hitungan hari, minggu, bahkan bulan. 

Tergantung dari seberapa dalam rasa sakit yang dialami, seberapa kuat hubungan yang telah terjalin, dan seberapa besar keinginanmu untuk sembuh.

Tak perlu tergesa-gesa. Berikan ruang bagi dirimu sendiri untuk melalui prosesnya. Tidak apa-apa jika kamu merasa sedih, kecewa, atau marah. 

Semua itu bagian dari perjalanan untuk pulih. Dan suatu saat nanti, kamu akan sampai di titik ketika rasa sakit itu perlahan memudar.

Hargai Setiap Progres yang Kamu Capai

Kesembuhan tak terjadi dalam semalam. Jika kamu merasa terluka, itu artinya kamu pernah menyayangi seseorang dengan sungguh-sungguh. Maka wajar jika butuh waktu untuk bisa benar-benar bangkit.

Setiap kemajuan kecil yang kamu capai, sekecil apa pun itu, pantas untuk diapresiasi. Rayakan setiap langkah maju yang kamu ambil. Ini bukan soal besar atau kecilnya perubahan, tapi soal bagaimana kamu menghargai diri sendiri yang sedang berjuang.

Hentikan Kebiasaan Menyalahkan Diri

Setelah mengalami ghosting, mungkin kamu merasa semua kesalahan ada padamu. Namun penting untuk kamu sadari bahwa meninggalkan seseorang tanpa penjelasan bukanlah bentuk penyelesaian yang sehat.

Memang, introspeksi diri itu penting. Tapi jangan biarkan dirimu terjebak dalam rasa bersalah terus-menerus. Bisa jadi, kamu memang tidak cocok dengannya. Itu bukan berarti kamu buruk, hanya saja kalian tak sejalan. 

Jangan biarkan persepsi itu membuatmu berpikir bahwa kamu tidak pantas untuk dicintai. Hentikan menyalahkan dirimu sendiri mulai sekarang.

Dekatkan Diri dengan Keluarga

Ada ungkapan dari seorang teman bijak, “Keluarga adalah tempat terakhir yang tetap terbuka saat semua pintu tertutup.” Dalam kondisi terburuk sekalipun, keluargalah yang masih menerima kita tanpa syarat.

Cobalah lebih sering menghabiskan waktu bersama mereka. Bercanda, mengobrol, atau sekadar duduk bersama bisa menghadirkan kehangatan yang mungkin selama ini hilang. 

Perlahan, luka di hatimu akan mulai sembuh karena kehangatan cinta yang tulus dari orang-orang terdekatmu.

Mendekatkan Diri kepada Tuhan

Pada akhirnya, kekuatan spiritual punya peranan penting dalam proses penyembuhan dari luka batin. 

Penulis Novi Ahimsa Rosikha, yang dikenal dengan nama Ahimsa Azaleav, pernah menyampaikan bahwa bangkit dari kekecewaan adalah bagian dari iman. 

Ketika kita berusaha lepas dari rasa tidak berdaya, keluar dari keterpurukan, dan mengatasi rasa kehilangan, sesungguhnya kita tengah berusaha memperbaiki diri menuju sosok yang diharapkan oleh Tuhan. 

Untuk menjalani proses itu, tentu kita memerlukan kekuatan dari-Nya. Maka dari itu, mendekatkan diri kepada Tuhan bisa menjadi cara yang ampuh untuk menyembuhkan luka emosional yang sedang kita rasakan.

Hindari Mencari Informasi Tentang Dirinya

Mencoba mengetahui kabarnya atau mengikuti jejak digitalnya justru dapat memperpanjang masa galau. Diam-diam kamu masih menyimpan harapan untuk kembali bertemu. 

Namun jika terus menerus melakukan itu, proses move on akan semakin berat. Setiap kali kamu mencari tahu tentangnya, kamu akan kembali diingatkan pada alasan mengapa dia menghilang tanpa kabar. 

Saat dia sudah menjalani hidupnya dengan tenang, mengapa kamu masih terjebak dalam kesedihan? Kamu pun layak merasakan kebahagiaan.

Belajar Menerima dan Merelakan

Apa yang sudah terjadi tidak bisa diubah. Pilihan terbaik saat ini adalah berdamai dengan kenyataan. 

Semakin kamu menolak keadaan, semakin berat beban yang kamu rasakan. Sebaliknya, saat kamu bisa menerima dan merelakan, hatimu akan terasa lebih lega.

Sebagai penutup, pengertian ghosting mencerminkan sikap menghilang tiba-tiba tanpa penjelasan, dan hal ini sering meninggalkan luka emosional yang sulit dijelaskan.

Terkini